Belakangan ini kita dibuat menangis dengan hampir runtuhnya karakter bangsa
Indonesia. Karena bahasa serta sastra yang semakin hilang kekentalannya Dan Sikap
hidup pragmatis dari sebagian besar masyarakat Indonesia dewasa ini yang mengakibatkan
terkikisnya nilai luhur budaya bangsa. Demikian pula budaya kekerasan dan
anarkisme sosial turut memperparah kondisi sosial budaya bangsa Indonesia.
Nilai kearifan lokal yang santun, ramah, saling menghormati, arif, dan religius
seakan terkikis dan tereduksi gaya hidup instan dan modern. Masyarakat sangat
mudah tersulut emosinya, pemarah, brutal, kasar, dan vulgar tanpa mampu
mengendalikan hawa nafsunya, seperti perilaku para demonstran yang membakar
kendaraan atau rumah, merusak gedung, serta berkata kasar, dalam berunjuk rasa
yang ditayangkan di televisi. Fenomena itu dapat menjadi representasi
melemahnya karakter bangsa ini, yang terkenal ramah, santun, berpekerti luhur,
dan berbudi mulia.
Sebagai bangsa yang beradab dan bermartabat, situasi
yang demikian itu jelas tidak menguntungkan bagi masa depan bangsa, khususnya
dalam melahirkan generasi masa depan bangsa yang cerdas, bijak, terampil, berbudi pekerti luhur, dan senantiasa berbakti kepada Tuhan yang Maha Esa. Oleh
karena itu, dibutuhkan pendidikan yang berorientasi pada karakter bangsa, yang
tidak sekadar memburu kepentingan pikir menghafal. logika tetapi juga
memperhatikan dan mengintegrasi persoalan moral dan keluhuran budi pekerti. Seperti
yang kita tau fungsi pendidikan sendiri adalah mengembangkan kemampuan dan
membangun watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu,kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis
Pendidikan sastra dan bahasa Indonesia mempunyai
peranan yang penting didalam dunia pendidikan. Seperti yang kita ketahui bahwa
dalam kehidupan sehari-hari kita menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat
komunikasi. Oleh karena itu, kita harus mempelajari ilmu pendidikan tentang
bahasa dan sastra Indonesia. Agar kita dapat belajar dan mengetahui bagaimana
cara kita menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Terutama
bagi calon pendidik, pendidikan bahasa dan sastra Indonesia dirasakan memang
sangat penting. Karena ketika seorang pendidik memberikan pengajaran kepada
anak-anak didiknya, ia harus bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan
benar. Apabila seorang pendidik mengunakan bahasa yang kurang baik, maka akan
dicontoh oleh anak-anak didiknya.dan itu akan mengakibatkan peran bahasa dan
sastra dalam dunia pendidikan berkurang
Disini bangsa perlu Pendidikan yang berorientasi pada
pembentukan karakter bangsa yang dapat
diwujudkan melalui pengoptimalan peran sastra. Untuk membentuk karakter bangsa
ini, sastra diperlakukan sebagai salah satu media atau sarana pendidikan
kejiwaan. Hal itu cukup beralasan sebab sastra mengandung nilai etika dan moral
yang berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia. Sastra tidak hanya berbicara
tentang diri sendiri (psikologis), tetapi juga berkaitan dengan Tuhan
(religiusitas), alam semesta (romantik), dan juga masyarakat (sosiologis).
Sastra mampu mengungkap banyak hal dari berbagai segi
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:623) menjelaskan bahwa
Karakter merupakan cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap
individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat,
bangsa, maupun negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang
mampu membuat suatu keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat
dari keputusan yang dibuatnya. Berkaitan dengan karakter, Saryono (2009:52—186)
mengemukakan bahwa genre sastra yang dapat dijadikan sarana untuk membentuk
karakter bangsa, antara lain, genre sastra yang mengandung nilai atau aspek (1)
literer-estetis, (2) humanistis, (3) etis dan moral, dan (4) religius-
sufistis-profetis. Keempat nilai sastra tersebut dipandang mampu mengoptimalkan
peran sastra dalam pembentukan karakter bangsa.
Jadi
Untuk menjadikan sastra sebagai pembentukan karakter bangsa, tidak serta-merta
hal itu dapat terwujud. Untuk mengoptimalkan peran sastra tersebut, kemauan
apresiator sangat menentukan keberhasilan. Apabila apresiator tidak memiliki
kemauan, segan membaca dan mengapresiasi karya sastra, bahkan sekadar membaca
dan setelah itu dilupakan, tentu sulit diharapkan sastra mampu secara optimal
berperan membentuk karakter bangsa. Sebaliknya, apabila ada kemauan yang teguh
dari seorang apresiator untuk berapresiasi secara total dan optimal, setelah sastra
dibaca, lalu dipahami maknanya, dimengerti, dan selanjutnya dilaksanakan dalam
kehidupan sehari-hari, tentu karakter bangsa akan terbentuk sesuai dengan nilai
kebajikan yang termuat dalam sastra. Karakter bangsa yang diharapkan terbentuk
adalah terjalinnya harmoni hubungan manusia dengan Tuhan, alam semesta, makhluk
lain, dan dirinya sendiri.