Sejarah dibalik Valentine's Day
Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi
Kuno (13- 18Februari). Dua hari pertama, dipersembahkan untuk dewi cinta
(queen of feverish love) Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda
mengundi nama ?nama gadis di dalam kotak
Lalu
setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar
harus menjadi pasangannya selama setahun untuk senang-senang dan obyek
hiburan. Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia
dari gangguan srigala. Selama upacara ini, kaum muda melecut orang
dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dilecut karena anggapan
lecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur.
Ketika
agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara ini dan
mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama-nama
gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah
Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I (lihat: The Encyclopedia
Britannica, sub judul: Christianity). Agar lebih mendekatkan lagi pada
ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi
Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine's Day
untuk menghormati St.Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari
(lihat: The World Book Encyclopedia1998 ).
The
Catholic Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan ada 3
nama Valentine yang mati pada 14 Februari, seorang di antaranya
dilukiskan sebagai yang mati pada masa Romawi. Namun demikian tidak
pernah ada penjelasan siapa "St. Valentine" termaksud, juga dengan
kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber
mengisahkan cerita yang berbeda.
Menurut
versi pertama, Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap dan
memenjarakan St. Valentine karena menyatakan tuhannya adalah Isa
Al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan orang Romawi. Maha Tinggi
Allah dari apa yang mereka persekutukan. Orang-orang yang mendambakan
doa St.Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.
Versi
kedua menceritakan bahwa Kaisar Claudius II menganggap tentara muda
bujangan lebih tabah dan kuat dalam medan peperangan dari pada orang
yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda untuk menikah, namun
St.Valentine melanggarnya dan diam-diam menikahkan banyak pemuda
sehingga iapun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M
(lihat: The World Book Encyclopedia,1998 ).
Kebiasaan
mengirim kartu Valentine itu sendiri tidak ada kaitan langsung dengan
St. Valentine. Pada 1415 M ketika the Duke of Orleans dipenjara di Tower
of London, pada perayaan hari gereja mengenang St.Valentine 14
Februari, ia mengirim puisi kepada istrinya di Perancis. Kemudian
Geoffrey Chaucer, penyair Inggris mengkaitkannya dengan musim kawin
burung dalam puisinya (lihat: The Encyclopedia Britannica, Vol.12 hal.
242, The World Book Encyclopedia,1998 ).
Lalu
bagaimana dengan ucapan Be My Valentine?? Ken Sweiger dalam artikel
"Should Biblical Christians Observe It" (www.korrnet.org) mengatakan
kata "Valentine" berasal dari Latin yang berarti : "Yang Maha Perkasa,
Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa". Kata ini ditujukan kepada Nimrod
dan Lupercus, tuhan orang Romawi. Maka disadari atau tidak, -tulis Ken
Sweiger- jika kita meminta orang menjadi "to be my Valentine". hal itu
berarti melakukan perbuatan yang dimurkai Tuhan (karena memintanya
menjadi "Sang Maha Kuasa") dan menghidupkan budaya pemujaan kepada
berhala. Dalam Islam hal ini disebut Syirik, artinya menyekutukan Allah
Subhannahu wa Ta'ala. Adapun Cupid (berarti: the desire), si bayi
bersayap dengan panah adalah putra Nimrod "the hunter" dewa Matahari.
Disebut tuhan Cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia
pun berzina dengan ibunya sendiri!
Tahukah Anda bahwa di masa lalu tidak ada bulan Januari yang selalu
kita sambut sebagai awal tahun baru? Bangsa Romawi merayakan tahun
barunya pada tanggal 1 Maret! Bagaimana bisa begitu? Dan sejak kapan
awal tahun baru berganti menjadi Januari? Wisata Kata di awal tahun ini membawa Anda menerawang ke masa lalu dan membuka kembali lembaran sejarah di balik nama-nama bulan.
Kalender Romawi pertama diperkirakan diperkenalkan pada tahun 738 SM oleh
Romulus, pendiri
Kerajaan Romawi
yang legendaris. Satu tahun kalender kuno ini terdiri atas 304 hari
yang dibagi menjadi 10 bulan. Setiap bulan merupakan kurun waktu dari
satu bulan purnama ke bulan purnama berikutnya. Bangsa Romawi tampaknya
mengabaikan atau tidak menghitung dua bulan pada musim dingin.
Tahun baru diawali dengan
vernal equinox yang menandai musim semi.
Vernal equinox
adalah saat matahari berada di khatulistiwa, dan ini menyebabkan waktu
siang hari sama panjangnya dengan waktu malam hari. Saat tersebut
menurut kalender sekarang terjadi pada setiap tanggal 21 Maret. Maka,
bulan pertama dalam tahun kalender Romulus ini jatuh pada bulan Maret
yang kisahnya dituangkan di sini bersama kisah di balik nama
bulan-bulan lainnya.
Kaisar Romawi yang kedua,
Numa Pompilius
(sekitar 715–673 SM) memutuskan untuk menambahkan dua bulan untuk
mengisi dua bulan musim dingin yang
tidak dihitung tersebut. Maka,
muncullah bulan Januari dan Februari.
Perubahan Kalender
Kalender yang lama ditentukan berdasarkan perhitungan bulan dan
semakin dirasakan tidak cocok dengan masa pergantian musim. Untuk
mengoreksinya,
Julius Caesar, pada tahun 46 SM, mempekerjakan seorang ahli astronomi,
Sosigenes,
untuk meninjau kembali kalender tersebut. Sosigenes mengusulkan untuk
menggunakan matahari, bukan bulan, sebagai dasar penetapan kalender.
Dia juga mengusulkan adanya tahun kabisat, dan memindahkan awal tahun
dari tanggal 1 Maret ke tanggal 1 Januari. Semua usul ini diterapkan
pada kalender Julius yang dimulai pada tanggal 1 Januari 45 SM. Dengan
adanya dua bulan tambahan yang mendahului awal kalender, maka bulan
September, Oktober, November, dan Desember tidak lagi menjadi bulan
ketujuh, kedelapan, kesembilan, dan kesepuluh sebagaimana yang
disiratkan oleh asal-usul namanya. Meskipun demikian, nama keempat bulan
itu tetap dipakai dan tidak pernah diubah.
Januari
Pada saat lonceng berdentang dua belas kali di malam tahun baru, yang
menandai peralihan dari bulan Desember ke bulan Januari, kita
mengucapkan selamat tinggal kepada tahun yang silam dan menyambut
kedatangan tahun yang baru. Sungguh tepat bahwa bulan yang pertama ini
disebut Januari – dewa bangsa Romawi,
Janus,
yang namanya digunakan untuk menamai bulan pertama ini, selalu
ditampilkan berwajah dua; satu menghadap ke masa lalu dan satu lagi ke
masa depan. Nama January masuk ke khazanah bahasa Inggris pada abad
ke-14. Sebelumnya, bulan pertama ini disebut
Wulf-Monath atau
“bulan-serigala” karena pada awal tahun tersebut, musim salju yang
dinginnya sangat menusuk tulang menyebabkan para serigala mendatangi
permukiman manusia untuk mencari makan.
Februari
Riwayat nama bulan Februari sangat menarik. Pada setiap tanggal 15
pada bulan itu, berlangsung sebuah upacara keagamaan Romawi kuno dengan
memukuli para wanita mandul. Peristiwa “pemurnian” ini disebut
festival Lupercalia
dan diselenggarakan di dalam gua di tepi Sungai Tiber. Dua orang
pemuda remaja dipilih untuk memainkan peranan utama dalam upacara
tersebut. Setelah beberapa ekor kambing dikorbankan, dari kulit hewan
tersebut dibuat alat sejenis pecut. Pecut ini dinamakan
februa
atau “alat pemurnian”, dan kalau dipukulkan kepada wanita mandul,
kemandulannya diyakini akan sirna. Kedua remaja pilihan tadi
berlari-lari mengelilingi kota sambil membawa pecut masing-masing, lalu
memukuli semua wanita mandul yang mereka jumpai. Entah bagaimana mereka
mengetahui siapa wanita yang mandul, atau mungkin juga wanita mandul
sudah menjadi rahasia umum seisi kampung.
Kesaktian pecut tersebut dalam menyembuhkan kemandulan mungkin berasal dari
Juno, dewi kesuburan yang sering disebut
Februaria,
dan dari nama sang dewilah kita memperoleh nama bulan kedua ini. Pada
mulanya, Februari memiliki 29 hari, tetapi Senat Romawi mengambil satu
hari untuk diberikan kepada bulan Agustus agar Agustus tidak merasa
kalah oleh bulan Juli.
Maret
Seperti telah dikemukakan, bulan ketiga dalam kalender modern kita
memegang peranan penting dalam penentuan awal tahun. Sebelum masa
pemerintahan Julius Caesar, tahun baru Romawi diawali pada bulan Maret.
Bulan ini bukan saja mengawali tahun baru, tetapi merupakan awal musim
perang. Nama bulan ini berasal dari kata Prancis Lama, melalui bahasa
Latin
Martius, yang secara harfiah berarti “bulan
Mars, sang dewa perang”.
April
Pada bulan inilah musim semi dimulai, dan bunga-bunga mulai bermekaran atau terbuka kuncupnya. Cendekiawan Romawi bernama
Varro (116–27 SM) menyebut bulan ini
Aprilis, diambil dari kata Latin
aperio yang berarti “terbuka”. Menurut kamus Ayto, nama bulan ini berasal dari kata Yunani
Aphro, kependekan dari
Aphrodite , nama dewi Yunani yang melambangkan cinta.
Mei
Pada bulan inilah konon “burung berkicau merdu dan suara kura-kura bersahut-sahutan”.
Sir Thomas Malory
(1400–1471), penulis berkebangsaan Inggris, menyebut bulan ini “bulan
penuh nafsu”. Anehnya, bulan Mei yang romantis ini justru dianggap bulan
sial untuk menikah. Bangsa Romawi menolak pernikahan bulan Mei karena
pada bulan inilah berlangsung festival untuk menghormati
Bona Dea ,
dewi yang tidak pernah berhubungan intim atau bersanggama. Festival
bagi kematian yang tidak menyenangkan juga berlangsung pada bulan Mei.
Kata Mei berasal dari kata Latin,
Maius, yang diperkirakan berasal dari kata
Maia,
ibunda dewa Hermes, dewa yang dikaitkan dengan perdagangan,
penciptaan, dan kelicikan. Tetapi, menurut kamus Webster, Maia adalah
ibu
Merkurius yang berayah
Jupiter.
Juni
Nama bulan ini mungkin berasal dari
Junius, nama keluarga Latin yang membunuh Julius Caesar. Sejumlah cendekiawan yakin bahwa nama Juni berasal dari nama
Juno,
dewi pelindung kaum wanita, karena sejak awal zaman Romawi bulan ini
merupakan bulan yang paling disukai untuk pernikahan. Dewi Juno adalah
saudara perempuan dan juga istri
Jupiter.
Juli
Nama bulan ini diusulkan oleh
Mark Antony, jenderal bangsa Romawi dan kekasih
Cleopatra. Semula bulan ini disebut
Quintilis yang berasal dari kata sifat
quintus
yang secara harfiah berarti “kelima”; bulan ini memang bulan kelima
bila Maret dianggap bulan pertama. Pada tahun 44 SM, Antony mengusulkan
agar bulan kelahiran
Caius Julius Caesar ini dinamakan
Julius
sebagai penghormatan kepada sang Caesar. Ironisnya, pada saat nama
tersebut mulai digunakan, pada tahun itu pulalah (44 SM) Julius Caesar
terbunuh. Dalam bahasa Inggris, nama bulan ini mula-mula
Julie, kemudian berubah menjadi
July. Orang Malaysia menyebutnya bulan
Julai.
Agustus
Octavian, salah
seorang kaisar Romawi (63 SM–14), adalah keponakan Julius Caesar. Dia
mendambakan memiliki kemasyhuran dan kekuasaan seperti pamannya. Antara
lain, dia menginginkan ada nama bulan yang didasarkan atas namanya
sendiri. Hari ulang tahunnya jatuh pada bulan September, tetapi dia
memilih bulan Agustus untuk menyandang namanya karena bulan ini banyak
membawa keberuntungan baginya. Senat menganugerahkan gelar
kebangsawanan
Augustus kepadanya pada tahun 27 SM sebagai
pengakuan atas jasa-jasanya bagi negara. Maka, sejak tahun 8 SM, bulan
pilihan Kaisar Octavian ini dinamakan Augustus; yang dalam bahasa
Indonesia disebut
Agustus, dan dalam bahasa Malaysia disebut …
Ogos!
September
Karena awal tahun bangsa Romawi mula-mula jatuh pada bulan Maret,
maka September adalah bulan yang ketujuh. Nama September diambil dari
kata Latin septem yang berarti “tujuh”. Ketika kalender berubah dan September menjadi bulan kesembilan, namanya tidak berubah.
Oktober
Pada musim inilah asap dedaunan yang terbakar memenuhi udara. Bahkan penyair Romawi,
Martial, menyebut Oktober sebagai “
fumosus” atau “berasap” karena masa pembakaran daun sudah tiba. Nama Oktober itu sendiri berasal dari kata Latin
octo yang berarti “delapan” karena bulan ini adalah bulan kedelapan sebelum awal kalender diubah.
November
Karena Kaisar
Augustus dan
Julius Caesar
masing-masing sudah memiliki bulan sendiri-sendiri, kaum politikus
Romawi yang sangat mengagungkan kesopanan berpendapat sudah sewajarnya
jika bulan November diganti namanya sesuai dengan nama Kaisar
Tiberius.
Tetapi, Tiberius menolaknya dan berkomentar dengan nada bercanda:
“Bagaimana kalau kaisarnya ada sebelas?” Maksudnya tentulah bahwa
kaisar yang ke-11 itu tidak akan kebagian bulan untuk dinamai sesuai
dengan namanya. Maka, nama bulan ini pun tetap disebut November, dari
kata Latin
novem yang berarti “sembilan”.
Desember
Lucius Aelius Aurelius Commodus,
Kaisar Romawi menjelang akhir abad kedua, bertanya kepada gundiknya,
apakah dia ingin namanya diabadikan dalam kalender. Sang kaisar
menginginkan nama Amazonius karena kekasihnya itu pernah dilukis sebagai
Amazon. Tetapi, Senat rupanya tidak setuju dan meminta sang kaisar
untuk menonton pertarungan antara para gladiator saja sehingga ia lupa
akan niatnya tersebut. Maka, bulan terakhir itu tetap dinamai Desember,
dari kata Latin
decem yang berarti “sepuluh” karena bulan ini adalah bulan kesepuluh dalam kalender yang belum diubah.
Penutup
Dari berbagai kamus yang saya gunakan sebagai acuan, riwayat nama
bulan memang bermiripan dan saling melengkapi. Yang sering
membingungkan adalah tahun yang tercantum sebagai masa pemerintahan
para kaisar Romawi. Selain itu, “identitas” para dewa pun simpang siur.
Namun, semua kisah dalam tulisan ini memang bukan dimaksudkan untuk
diperiksa satu per satu kebenarannya bukan? Sampai di sini dahulu,
pembaca. Insya Allah kita jumpa lagi nanti.